Elegi Langit dan Bumi (Berdamai dengan apa yang tak bisa kau raih)
Kali ini izinkan aku berbicara kepada langit.
Dear, langit..
Sosok yang selalu kokoh, sosok yang selalu mendengar.
Disini Ciel berbicara.
Jika di tangan kananku ada hal yang tak kau sukai namun
banyak orang menyukainya sedang di tangan kiriku ada hal yang kau cari namun
dengan memilihnya akan membuat beberapa orang terluka, mana yang akan kau
pilih?
Aku tahu kau akan memilih apa yang ada di tangan kananku.
Karena kau adalah langit..
Sosok yang memberi, sosok yang mencintai.
Namun aku adalah Ciel. Aku tak pernah berpikir bisa
menyamaimu.
Tentu aku ingin memilih apa yang ada di tangan kiri, karena
aku adalah manusia.
Tapi langit, kau membuatku memilih apa yang kau pilihkan
untukku.
Sadarkah kau telah melukaiku?
Aku merasa linglung tak berdaya.
Kukira kau telah merampas harapanku, impianku, segalanya.
Namun seseorang berkata, “Racun itu hanya sesaat yang akan
bermetarmofosa menjadi obat”
“Sedikit lagi”, katanya. “Bersabarlah sedikit lagi”.
Tapi kau langit tak pernah mengajariku cara bersabar,
sehingga aku berpaling darimu dan bersua dengan bumi.
Padahal aku terbiasa melihatmu, aku si penggemarmu nomor
satu yang merasa dicampakkan.
Karena kau adalah langit..
Sosok yang angkuh, sosok yang tak terkalahkan.
Dan kutahu bumi begitu mencintaimu meski ia tak mungkin mendapatkanmu.
Karena bumi mewariskan sifat pada manusia, meski ia kuat
sebenarnya dia rapuh.
Karena ia adalah bumi..
Sosok yang mudah terluka, sosok yang tegar.
Kepadanya aku mengenal jatuh.
Jurang yang begitu dalam yang menjauhkanku darimu, langit.
Beban yang ia tanggung begitu berat. Manusia yang selalu
menimpakan luka kepadanya.
Kepada bumi aku belajar menunduk.
Dalam ruang yang ada ia terbiasa kehilangan.
Pada bumi aku belajar berdamai dengan perasaan.
Dear langit,
Sosok yang ramah, sosok yang murah senyum.
Meski kau tak pernah menyentuhnya, kau selalu berusaha
menolongnya.
Kau kirimkan rintikmu, kau kirimkan cahayamu, kau kirimkan
sejuk anginmu.
Karena bumi mewakili hati manusia yang ingin dicintai.
Kau berikan ia harapan untuk terbang melalui burung-burung
yang hinggap di dahannya.
Menengadah menuju harapan cahaya yang kau tebarkan.
Menepis luka dengan sejuk angin yang kau hembuskan.
Dear langit,
Aku berkata kami adalah kami, dan kamu adalah kamu.
Aku adalah diriku. Dan kau adalah dirimu.
Setiap yang kita pilih memiliki resiko masing-masing.
Setiap kehebatan memiliki tanggung jawab sebatas levelnya.
Kami tak pernah menjadi dirimu.
Namun kami mampu menyamaimu dalam kadar kami.
Dengan ketegaran, ketabahan, dan kedamaian yang bersemayam
di hati kami.
Meski bumi mencintai langit, ia cukupkan apa yang ada dalam
dirinya.
Bersyukur atas apa yang ada, itu yang bumi ajarkan padaku.
Mewakili bumi, aku berkata bahwa meski tak dapat mencapaimu,
aku telah mewarisi harapan yang kau beri.
Aku akan terus menjulang diantara pepohonan ketabahan.
Aku akan terbang tinggi bersama sayap-sayap impian.
Karena cinta bumi kepada langit hanya cukup sampai disini.
Cukup dengan memberikan yang terbaik.
Karena cinta tak harus memiliki.
Ciel, 25 April 2013