I want to live my life to the absolute fullest

To open my eyes to be all I can be

To travel roads not taken, to meet faces unknown

To feel the wind, to touch the stars

I promise to discover myself

To stand tall with greatness

To chase down and catch every dream

LIFE IS AN ADVENTURE

Minggu, 20 November 2011

Kashva dan Astu

Dalam bab Sepuluh Tahun Lalu...

Astu: Aku mulai kelelahan
Kashva: Lelah untuk?
Astu: Dekat denganmu.
Kashva: Seperti itu juga dugaanku, aku sadar tidak bisa sepenuhnya memahamimu. Maafkan aku.
Astu: Terima kasih (Betapa Astu ingin mengatakan, 'maaf untuk apa?' tapi dia lebih memilih 'terima kasih'. Dia sudah benar2 kelelahan)
Kashva: Belakangan kita lebih sering meributkan hal2 tak penting.... Aku tahu kau tidak membutuhkanku, Astu.... Aku akan berdoa untuk kebaikanmu.
Astu: Berhentilah menjadi malaikat, Kashva!
Kashva: Aku tidak sedang berusaha menjadi malaikat.
Astu: Kalau begitu, untuk apa engkau kemari?
Kashva: Aku hanya berusaha memahami keinginanmu.
Astu: Itu dia! Itu dia! Kau terus2an berusaha untuk memahamiku, sedangkan aku tidak melakukan hal sebaliknya. Siapakah yang membuat aturan semacam ini?
Kashva: Apapun nama hubungan di antara kita, Astu, bagiku itu bukan sebuah perniagaan. Aku tidak sedang menghitung untung-rugi.
Astu: Kalau begitu, jangan mempermasalahkan sikapku kepadamu.... Kalau engkau memang benar2 tulus, seharusnya kau tidak mempermasalahkan bagaimana reaksiku.

"...mencintai itu, kadang mengumpulkan segala tabiat menyebalkan dari seseorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggu lagi menjadi yang terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya."
(Kashva)


Dalam bab Puisi...


Astu: Aku mulai merasa engkau terlalu posesif... dan tidak bisa percaya kepada siapapun
Kashva: Aku?
Astu: Sedikit berbicara tentang Parkhida, reaksimu sudah berlebihan. Itu tidak sama dengan apa yang pernah kau katakan dulu. Tidak konsisten.
Apa kau lupa, Kashva? Lidahmu berbusa-busa bicara konsep cinta itu semacam burung. Mengepakkan sayap, terbang bebas itu panggilan alamnya. Dan tidak ada dayamu untuk menghalanginya.
Sikapmu membuatku bingung. Sebenarnya di mana posisi kedewasaanmu? Sebentar2 terlihat matang, lain waktu mentah seperti buah yang mentah.
Kashva: Aku tidak mungkin menjadi manusia dengan kualitas prima selama 24 jam sehari, Astu
Astu: Setidaknya jangan berubah dengan begitu drastis. Sekarang aku tidak yakin lagi, sematang apakah dirimu. Kau terlalu serius menjalani hidup.
...
Membosankan!
Kashva: Apa?
Astu: Lihat dirimu, Kashva! Menyedihkan.
Kalau mau melakukan sesuatu... lakukan saja. Bosan aku mendengarmu mengatakan: boleh tidak begini? atau aku salah ya? lain waktu, apa yang harus kulakukan kalau begitu? Huh!
Kashva: Bukankah seharian ini saja kau sudah berkali-kali melarangku berbuat ini dan itu, Astu?
Astu: Lalu kenapa? Apa itu berarti kau harus meminta izin setiap hal yang mau kaulakukan? Genius sekali!
Kalau mau melakukan sesuatu, ya, lakukan saja. Urusan nanti aku suka atau tidak, melarang atau tidak, pikir belakangan. Alamiah saja. Tidak usah dibuat-buat. Diatur-atur.
Kashva: Kau pikir memang aku begitu, Astu?
Astu: Maksudmu?
Kashva: Kalau sudah terdesak, biasanya kau mengatakan begitulah dirimu. Baik-burukmu. Kelebihan-kekuranganmu. Kalau aku mau mengerti, ya, syukur, tidak juga tak masalah.
Astu: Lantas?
Kashva: Aku tidak bisa sepertimu. Tidak bisa secuek itu. Jika kau mengataiku posesif, berarti aku tidak boleh menjadi posesif. Jika kau menudingku ingin mengikatmu, maka aku harus belajar untuk bersikap sebaliknya.
Astu: Dan kau harus mengatakan itu?
Kashva: Maksudmu?
Astu: Kalau memang kau begitu, lakukan saja. Tidak usah kau banyak bicara. Bagiku lebih meyakinkan kesungguhan seseorang dalam perbuatan dibanding kata2 yang sejuta.



Rasa ini tak diciptakan untuk menalimu, tentu
Namun, apakah itu, penyembuh penderitaan telingaku
mengharap rengekanmu, sekali waktu!
Kehendakku tak mau meringkusmu, tentu
Namun, bagaimanakah agar waktu masih membelah
sepenggal dirinya untuk caci makimu, buatku?

(Kashva)


Dalam bab Nama yang Terpuji...

Kashva: Apa engkau berbahagia dengan pernikahanmu, Astu?
Astu: Tentu saja
Kashva: Kau tidak jujur, Astu!
Kashva: Aku sangat mengenal dirimu. Duniamu adalah buku, kitab-kitab, perbincangan fisafat, agama-agama, perbintangan, bukan menjadi buruh perkebunan, mengurusi suami yang tidak mencintaimu, mengelola pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya.
Astu: Bagaimana kau tahu Parkhida tidak mencintaiku?
Kashva: Dia tidak akan membiarkan engkau menderita jika dia mencintaimu.
Astu: Aku tidak menderita.
Kashva: Kau tidak jujur, Astu.
Astu: Hentikan!
Kashva: Tidak akan! Berapa kali seumur hidup aku mennentangmu? Hampir tidak pernah. Hari ini, kau tidak bisa memaksaku diam. Berhentilah menipu dirimu sendiri.
Astu: Apa yang ingin kaukatakan, Kashva?
Kashva: Ada seseorang lain yang sejak bertahun-tahun lalu ingin kau sanding, ingin engkau tumpahi kasih sayang, pengabdian, muara cinta.
Astu: Tentang cinta, ada hal yang sudah kupahami sedangkan engkau tak pernah mau tahu.
Perjalanan cinta seperti jalur-jalur benda langit yang senantiasa kita amati di langit malam selama kita di Kuil Sistan. Masing-masing takdir benda langit itu mengantar mereka kepada pengembaraan-pengembaraan jauh. Menembus ruang dan waktu, tetapi pasti sampai pada ujung jarak yang sanggup mereka tempuh.
Ujung jarak itu membuat benda langit itu, mau tidak mau, harus berhenti. Tidak bisa berjalan lagi. Jika ia memaksakan diri, akan ada ketidakseimbangan, kehancuran, malapetaka. Benturan antarbintang, meteor dengan planet.
Kashva: Jadi, kau anggap pernkahanmu sebagai titik untuk berhenti mencintai seseorang yang memang engkau dambakan, Astu?
Astu:  Ada yang lebih tinggi dibanding cinta yang engkau pahami, Kashva.
Kashva: Ada hal yang lebih tinggi dibanding cinta menurutmu?
Astu: Tanggung jawab. Jika engkau telah menjadi bagian dari sebuah keluarga, engkau akan paham maksudku. Tanggung jawab adalah perwujudan dari cinta yang seutuhnya.
Kashva:Kau terpaksa mengabaikan cinta untuk tanggung jawabmu sebagai seorang isteri?
Astu: Tidak akan mudah bagimu untuk memahami ini.
Aku masih mampu mencintaimu. Namun, untuk memaksakan diri supaya apa yang kau sebut 'cinta' itu mewujud dalam sebuah penyatuan, maka kaki-kaki keseimbangan akan runtuh. Sepertinya halnya benda langit yang terbakar saat mendekati bumi, atau bintang-pintang pijar yang bertumbukan.

Tidak ada komentar: