I want to live my life to the absolute fullest

To open my eyes to be all I can be

To travel roads not taken, to meet faces unknown

To feel the wind, to touch the stars

I promise to discover myself

To stand tall with greatness

To chase down and catch every dream

LIFE IS AN ADVENTURE

Rabu, 25 Juli 2012

Ketika Astronomi Ramai Diperbincangkan



*just curcol*

Sudah sejak lama perbedaan tercipta di muka bumi ini. Dan perbedaan itu adalah keniscayaan selama manusia hidup di dunia ini.
Beberapa waktu lalu perbedaan itu tercipta, yaitu ketika penentuan awal Ramadhan di Indonesia. Ketika sebagian umat memilih berpuasa pada hari Jumat, 21 Juli 2012 mengikuti salah satu ormas Islam Indonesia sedangkan sebagian yang lain memilih mengikuti ketetapan pemerintah Indonesia dengan berpuasa pada hari Sabtu. Yah, dan berkat peristiwa ini lagi-lagi astronomi ramai diperbincangkan di masyarakat luas. Hm... rasanya begitu menyenangkan sekaligus begitu menegangkan. Mengapa begitu? Karena astronomi pun menciptakan persepsi yang berbeda pada masing-masing pihak.
Hm... disini saya tidak akan membahas terlalu banyak tentang penentuan awal bulan dalam kalender Qamariyah. Untuk itu kalian bisa melihat pada blog atau web astronomi atau falakiyah lain. (  http://rukyatulhilal.org/visibilitas/indonesia/1433/ramadhan/ ).
Perbedaan awal puasa tahun ini sebenarnya telah diprediksi sejak lama oleh para ahli. Dan saya pun tidak kaget karena sejak tahun lalu sudah tahu kalau tahun ini akan ada perbedaan awal puasa. Disini saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya pribadi tentang 2 teori yang seakan tidak bisa disatukan yang menjadi perbincangan selama penentuan awal Ramadhan.
Wujudul Hilal vs Imkanur Rukyat
Yah, kali ini karena kita membahas tentang perhitungan astronomi, untuk sementara kita singkirkan dulu sisi observasinya alias rukyatul hilal.
Yah, 2 metode yang telah disebutkan diatas adalah biang keladi perbedaan yang ada di bumi Indonesia. Dua metode tersebut sebenarnya memiliki persamaan, yakni sama-sama memakai hisab (perhitungan) sebagai acuannya. Yang berbeda hanya ketentuannya saja. Wujudul hilal mematok asalkan hilal telah mncul diatas ufuk (ketinggian lebih dari 0o), maka sudah terhitung bulan baru, sedangkan imkanur rukyat yang mendasarkan hisab atas perkiraan rukyatul hilal secara kasat mata membuat acuan ketinggian hilal 2o sebagai dasar penentuan bulan baru. (Selengkapnya saya sarankan cari info sendiri ya,   http://rukyatulhilal.org/visibilitas/indonesia/1433/ramadhan/  )
Saya sendiri yang masih new bie di dunia astronomi amatir lebih nyaman mengikuti hisab imkanur rukyat yang konon disebut sebagai jalan tengah antara hisab dan rukyat. Hm... padahal permasalahan bukan lagi di hisab atau rukyat, namun hisab dengan hisab juga, hehe. Yah, saya lebih mantap jika penentuan awal bulan Hijriyah menggunakan sistem rukyatul hilal, yaitu penentuan awal bulan berdasarkan penampakan hilal secara kasat mata baik dengan mata telanjang ataupun menggunakan alat bantu misalnya teleskop. Memang dalil tentang ini lebih implisit dibandingkan menggunakan acuan hisab dalam penentuan awal bulan. Metode hisab wujudul hilal seakan bertentangan dengan metode rukyatul hilal. Sering kali terjadi perbedaan karena hilal tidak nampak meski konjungsi bulan telah terjadi. Wah, wah. Merepotkan sekali. Karena itu beberapa menggunakan perkiraan dengan hisab juga dengan batasan 2o, yaitu perkiraan batas penampakan hilal yang bisa dilihat secara rukyat (imkanur rukyat). Pada akhirnya masalah ini tidak bisa ditemukan titik temunya hingga kini selama ketentuan kedua metode ini tidak disepakati.
Namun masalah tidak berhenti sampai disitu. Meski lebih kuat berdasarkan dalil, namun cara ini seakan hanya dibenarkan berdasarkan rukyatul hilal lokal (mathla’ lokal). Nah bagaimana dengan mathla’ global?
Seringkali didapati hilal telah terlihat di Jazirah Arab namun beberapa jam sebelumnya di Indonesia hilal belum dapat dirukyat. Ini membuat perbedaan penentuan awal bulan terjadi antara Saudi Arabia dengan Indonesia. Padahal Saudi Arabia menjadi rujukan bagi banyak negara, terutama kebanyakan negara di Jazirah Arabia (berdasarkan penuturan teman saya dari Palestina) yang seia sekata terhadap penentuan awal bulan. Nah lho, kenapa Indonesia berbeda? Sebagian masyarakat mengecam pemerintah karena mengabaikan persatuan umat Islam sedunia. Nah lho? Entahlah... saya tidak memiliki pendapat khusus mengenai ini.
Namun saya memiliki alasan tersendiri kenapa pada akhirnya tetap memilih mengamini hisab imkanur rukyat untuk penentuan awal Ramadhan tahun ini. Alasan pertama telah saya sebutkan, saya lebih mantap dengan konfirmasi observasi rukyatul hilal daripada sekedar perhitungan mutlak semata. Yang membuat saya tidak yakin hanyalah mathla’ global. Hm... namun secara hisab memang seharusnya hanya Amerika Latin saja lah yang mampu melihat hilal. Namun pada kenyataannya ada beberapa negara di Timteng yang mengaku telah melihat hilal. Hm... dan pada kenyataannya mayoritas negara muslim pun berpuasa sesuai dengan ketentuan Saudi Arabia yang ternyata sesuai dengan tanggal yang ditetapkan melalui perhitungan versi wujudul hilal. Hm... namun, saya pernah bertanya kepada Prof. Thomas Djamaluddin, astronom dari LAPAN yang juga ikut ambil andil dalam sidang isbath yang dilangsungkan pemerintah tempo lalu. Beliau mengatakan usia hilal di barat lebih tua, tidak seharusnya kita yang di timur mengacu kepada yang lebih barat, namun sebaliknya wilayah barat boleh mengikuti area timur. Ah, entahlah, saya belum terlalu paham namun tetap mengamininya. Karena itu, tahun ini saya masih saja mengikuti imkanur rukyat yang ternyata juga diamini pemerintah melalui Menteri Agama (meski saya juga masih mengamini mathla’ global).
Beberapa teman berdiskusi dengan saya mengenai ini. Beberapa sekedar bertanya. Dan beberapa berencana merujuk keputusan saya. Huh, hanya atas nama astronom amatir. Padahal ilmu saya masih comot sana comot sini. Belum benar-benar bisa dipegang. Wallahu’alam bishawwab.

Tidak ada komentar: