I want to live my life to the absolute fullest

To open my eyes to be all I can be

To travel roads not taken, to meet faces unknown

To feel the wind, to touch the stars

I promise to discover myself

To stand tall with greatness

To chase down and catch every dream

LIFE IS AN ADVENTURE

Minggu, 05 Juni 2011

Pandora

Aku tahu, akan semakin banyak luka dan air mata yang akan ku tanggung sendiri.
Akan makin banyak emosi yang akan aku pendam sendiri.
Akan makin banyak guratan keluhan yag akan kudengarkan sendiri.
Akan makin banyak kehilangan, makin banyak putus asa, dan makin banyak dorongan untuk berhenti.
Tangga itu masih sangat panjang sementara beban di dada ini semakin berat.
Hingga semua kata luruh tak bisa terucap.
Dalam diam siapa tahu?
Ya, aku melangkah sendirian.
Langkah yang sangat lambat hingga kalian semua meninggalkanku.
Sering aku mengutuk diri ‘Kau payah!’.
Atau berteriak dalam diam untuk mengalirkan seluruh gejolak yang membuncah dalam jiwa.
Hanya dalam diam.
Lagi-lagi payah, dasar pengecut!
Ketika aku ingin mundur aku melihat ke belakang bahwa tangga yang kudaki sudah cukup panjang.
Sementara tangga di depan mataku jauh lebih panjang lagi.
Lagi-lagi tangis karena luka dan rasa takut, karena kesepian dan tak ada tempat untuk bersandar.
Kesepian itu membunuhku.
Sangat menyakitkan ditinggalkan sendiri.
Aku ingin bangkit.
Namun terkadang berdiri sendiri itu sangatlah susah.
Merasa limbung karena tekanan yang menyesakkan.
Hingga ingin rasanya aku memukul-mukul tubuhku hingga rasa sakit itu tak lagi kurasa.
Harapan mereka dan harapan ku seperti muka koin yang saling membelakangi.
Tapi aku masih punya langit.
Ketika aku bahagia dia kirimkan aku matahari hingga aku tersenyum cerah.
Ketika aku terluka ia akan kirimkan bintang-bintang yang berkelap-kelip menghiburku.
Ketika aku bersedih ia akan kirimkan hujan hingga tidak ada yang tahu bahwa aku sedang menangis karena tangis itu akan pergi bersama rintiknya.
Langitlah yang berteriak kepadaku agar aku tersenyum lagi, agar aku bangkit dan membiarkan dirinya berubah menjadi biru cerah, warna favoritku.
Langit selalu memberi harapan padaku.
Karena itu kutitipkan mimpiku padanya.
Karena hanya dialah yang bisa ku percaya.
Hanya dia yang setia menemaniku.
Dia tak marah ketika aku mengeluh.
Dia mengulurkan tangannya ketika semua orang menjauhiku.
Dia akan memahami meski tak ada kata yang terucap.
Dia akan mengerti ketika air mata ini tak bisa berhenti mengalir.
Dia pun tahu ketika aku berteriak dalam diam.
Ketika aku menyiksa tubuhku untuk mengelabui pedihnya lukaku.
Atau ketika aku membutuhkan sandaran atas keletihanku.
Takdir ‘sendiri’ itu akan terus melekat.
Seharusnya aku telah terbiasa.
Tapi aku tahu rasa ini lebih menghujam dari emosi-emosi yang lain.
Tinggalkan aku sendiri sejauh mungkin.
Meski sayapku telah patah, setidaknya aku tahu aku telah keluar dari sangkarku.
Langit merindukanku agar bisa terbang  seperti dulu.
Tetap tersenyum melintasi awan dan birunya langit.
Berpegang rasa percaya bahwa impian itu pasti tercapai.
Meski aku belum mampu menyelesaikan teka-teki ini dan belum menemukan jalan keluar dari labirin ini, aku berharap cinta akan segera datang menolongku.
Aku tak butuh kalian semua.
Jangan membuatku semakin merasa bersalah! Pergilah!
Aku hanya beban bagi kalian.
Ini hidupku.
Jadi biarkan aku menjalaninya sendiri.
Hingga suatu hari nanti aku sadar bahwa semua pintu itu memang tertutup namun bukan terkunci dan menungguku membukanya.
Harapan itu pasti ada.
Tuhan, izinkan aku bangkit!
Izinkan aku tersenyum!
Izinkan aku rela dengan semua ini!
Izinkan  aku bahagia tanpa apa yang kucintai!
Izinkan aku menghadapi luka dan derita ini dengan semangat!
Izinkan hanya air mata bahagia yang mengalir dari kedua mataku!
Meski aku sendiri Tuhan.
Meski hanya langit dan Kau yang ku punya.
Jangan biarkan Requiem mengalun lebih dini.
Aku tahu Kau memiliki alasan untuk semua ini.
Aku tahu Kau selalu memberi yang terbaik meski aku merasa mendapat yang terburuk sekalipun.
Jadikan aku setegar karang.
Atau sekokoh kapal yang diterjang ombak dan badai.
Namun tetap jadikan diriku sebagai burung yang terbang bebas di langit biru.
Terbang bersama angin dan membiarkan cakrawala pikiranku terbuka.
Ciel yang dulu, sekarang, dan nanti.
Tak akan mudah berubah meski gunung harus menimpanya.
Ciel yang kukenal tak pernah kehilangan harapan.
Itulah yang ingin kukatakan.
Meski tak ada tempat lagi untuk bersandar.
Meski tak ada tempat lagi untuk bergantung.
Harapan itu selalu ada.
Ia tidak disini.
Tapi DISINI, di hatimu.
Kau kuat Ciel.
Kami mengenalmu yang tak mudah berputus asa.
Dulu ketika kau tak punya teman nyata, kau punya teman khayalan.
Dan ketika mereka kau hapus dari kehidupanmu kau punya sahabat di sampingmu.
Meski kini mereka jauh, kau masih tetap biru karena kau memiliki langit di atas sana tempat kau gantungkan semua mimpi dan asamu.
Kau terhubung dengan mereka melalui langit bukan?
Percayalah! Selama langit itu tidak runtuh kau tak akan pernah sendiri.
Meski kesepian itu menyelimutimu,tetaplah percaya bahwa kau tak pernah sendiri.
Percayalah! Meski hanya itulah hal terakhir yang bisa kau lakukan.
Karena seperti yang kukatakan sebelumnya, PERCAYALAH! Bahwa Ciel yang ku kenal tak akan pernah berhenti mengejar MIMPInya, karena PERCAYALAH! Bahwa Ciel yang kukenal tak akan pernah kehilangan HARAPAN. ^^
Ganbatte Kudasai!
Just be Ciel’s self!


* The sunflowers believe in the sun even if they are imprisoned by the cloud
behind the silence that cultivating the grief
they’re waiting for the time that apprehending the hope
for example, without including the sadness
do you sing the love?
love that was life-sized


Jombang, 3 Juni 2011, 1 Rajab 1432, 11.29 WIB

1 komentar:

Orlando mengatakan...

halo, ciel.. salam kenal.. ^^
aku sudah membaca hampir semua tulisanmu di blog ini..
and i think, i'm fan of your writing :)