Dulu saya sempat merasa iri dengan teman-teman yang telah
merasakan pengalaman cinta. Jatuh cinta, mengungkapkan cinta, atau menjadi
sasaran atas pengungkapan cinta. Dulu sangat penasaran memang gimana sih
rasanya. Ya itu dulu. Sebelum saya berkenalan dengan dunia yang lebih
bijaksana.
Hingga saya mencapai kesepakatan dengan hati bahwa tidak ada
cinta yang benar-benar cinta jika diungkapkan sebelum menikah. Dan saya sangat
bersyukur tidak pernah memiliki pengalaman cinta sebelumnya. Masa-masa SMA
sangat membentuk karakter Ciel yang semacam itu. Meski sempat tidak suka masuk
SMA itu tapi pada akhirnya Ciel menyadari bahwa banyak pelajaran lain yang Ciel
dapatkan yang mungkin tidak Ciel dapatkan di sekolah lain, class of Universe.
Ketika SMA mempelajari bahwa kelak kita akan menjadi seorang
ibu, kelak kita akan menjadi seorang isteri membuat kita memiliki pemahaman
bahwa hidup kita sekarang adalah persiapan menuju titik itu. Yah, bukannya
mencari cinta melalang buana dan mengaplikasikannya dengan pacaran atau
berpuisi cinta, galau tentang cinta. Hm... amit-amit.
Ketika SMA juga Ciel telah mengenal cinta yang jauh lebih
hakiki. Cinta karena Allah. Cinta pada seseorang yang berjalan bersamamu,
melangkah selaras dengan langkahmu, yang hatinya telah tertaut denganmu. Sehingga
ketika suatu hari ada seseorang yang bertanya dalam kuesioner tentang “Apakah
Anda telah merasakan manisnya iman?”. Saya tak ragu lagi untuk menjawabnya iya.
Karena cinta yang didasarkan pada keimanan adalah hierarki tertinggi dalam
ikatan ukhuwah Islamiyah.
Saya masih ingat bagaimana mendapatkan 7 juta dalam waktu
kurang dari 2 hari untuk membantu salah satu teman saya masuk ke salah satu universitas
di Jogja dikarenakan dia tidak memiliki biaya untuk itu. Sebenarnya 11 juta,
tapi 4 juta sudah terkumpul dalam 2
minggu dan masih kurang 7 juta. Saya ingat
betapa jarkom itu sampai ke tangan kami dan kami berpencar ke seluruh penjuru
Jombang hanya untuk menggalang dana bagi teman kami. Ke siapapun. Dan sungguh
keren pada akhirnya uang yang kami kumpulkan dalam waktu kurang dari 48 jam
malah lebih 300ribuan. Dan saya ingat hari itu juga mengantar teman saya ke
stasiun, melihat teman saya berangkat ke Jogja membawa uang yang kami kumpulkan
dengan penuh haru dan bahagia.
Itu salah satu bentuk cinta.
Seseorang bilang cinta sejati adalah melepaskan kan? Dan sepertinya
saya sungguh memahaminya. Ini tentang seseorang dan saya. Entah sejak kapan
saya mencintainya. Dan entah sejak kapan dia mencintai saya. Namun saya tidak
ragu jika hati kami telah tertaut. Rasulullah mengatakan jika kau mencintai
seseorang maka ungkapkan. Itulah pertama kalinya saya mengungkapkan rasa cinta
saya kepada seorang sahabat. Dan saya begitu senang ketika dia menjawab dengan
hal yang senada. Kita bersahabat dalam naungan Nya. Hingga waktu memisahkan
kita dan jarak menempatkan kita di tempat masing-masing. Saat itulah kesejatian
cinta kita diuji. Cinta sejati sungguh benar-benar melepaskan. Jarang sekali
kita berkomunikasi. Karena cinta tidak harus membuat kami bersama. Karena cinta
begitu bebas dan membebaskan. Bahagia mendengar kabarnya yang lama tak bersua
adalah bentuk manis dari cinta. Bahagia mendengarnya bahagia. Kami berusaha di
tempat masing-masing. Tentang komunikasi, sebenarnya tak begitu perlu mengungkapkan
sayang dengan sms atau telepon setiap saat. Justru saya dan dia jarang sekali
melakukan itu. Kita benar-benar berusaha hidup di tempat masing-masing dengan
baik. Karena yang menghubungkan kami hanya doa rabithah yang kami panjatkan kepadaNya
agar tetap menautkan hati kami. Selalu berdoa untuknya untuk yang terbaik
baginya. Tak perlu cemburu ketika dia memiliki teman lain yang begitu baik
kepadanya. Tak perlu pamrih. Tak perlu mengharap balasan. Karena cinta sejati
adalah cinta yang memberi. Cinta sejati bukanlah cinta possessive, saya semakin
setuju jika cinta sejati adalah melepaskan. Menyerahkan segalanya, berpasrah
segalanya, berharap pada kepercayaan dan harapan.
Usiaku hampir 21. Dan Ciel masih tetap pada garis awal,
ingin jatuh cinta hanya sekali pada orang yang tepat, pada waktu yang tepat. Godaan
tentu banyak. Asal akal dan hati masih berkomunikasi dengan baik inshaALLAH
godaan bisa segera pergi. Terkalahkan oleh kesadaran pada prinsip awal.
Menjaga hati cukup susah bagi orang yang memainkan perasaan
dalam berteman. Salah satu yang membuatnya bertahan adalah peran akal untuk
mengingatkan. Seseorang pernah bertanya apa kita harus menunggu cinta baru
menikah? Bolehlah jika dijawab iya, tapi tidak juga bisa. Ah, saya tidak
terlalu memahami tentang jatuh cinta atau apalah itu.
Saya telah menyadari betapa pentingnya persiapan menuju ke
arah sana sejak SMA. Sejak berkenalan dengan orang-orang yang selalu
mengingatkan itu. Saya hanya berharap jika hati ini masih perawan hingga saat
itu tiba. Bukankah Rasulullah pernah bersabda jika tidak dianggap sirik maka
saya akan menyuruh para isteri untuk bersujud kepada suaminya. Bagaimana
mungkin kami para isteri tidak mencintai suami kita kelak jika kita disuruh
memperlakukan suami begitu agung semacam itu. Hei, saya sudah menjawab
pertanyaan seseorang bahwa cinta tak perlu hadir sebelum menikah. Dia akan
hadir bersama komitmen, bersama visi, bersama dunia yang saling menyelaraskan. Di
saat itu mereka akan menempatkan kertas kosong masa depan dan menggambarnya
bersama-sama.
Kapan-kapan ngomongin ini lagi deh. Ini tidak mencakup semua
yang saya pikirkan. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar